Thursday, July 26, 2012

R.I Masih Tangguh Hadapi Wabah Krisis


Monexnews - Krisis keuangan di zona euro hingga kini masih menjadi sorotan dunia. Celakanya, virus krisis keuangan itu telah menyebar ke berbagai negara. Negara-negara yang selama ini menjadikan zona Eropa sebagai pasar utama, akhirnya kena getahnya. Sebut saja misalnya Amerika Serikat (AS), China, Jepang, hingga Korea Selatan. Nah, negara sekelas itu saja dapat terkena efek krisis, lalu bagaimana dengan negeri kita sang Garuda?

Seraya imbas tersebut dikhawatirkan oleh kalangan eksportir Indonesia, krisis yang terjadi di zona Eropa terutama di negara Yunani, Spanyol dan Italia ternyata belum berdampak besar terhadap stabilitas perekonomian di Indonesia.

Ke dua pilar bangsa yakni Rupiah dan Bursa Efek Indonesia nampak masih tangguh dan terjaga kuat bila dibanding dengan sejumlah rivalnya di Asia. Tengok saja nilai tukar rupiah kita. Pada perdagangan tanggal 4 Juli lalu, nilai tukar rupiah (IDR) sempat menguat hingga ke level 9300 setelah akhirnya stabil pada kisaran range 9300 s/d 9500. Penguatan IDR terutama berkat tingginya permintaan dana oleh pihak asing serta munculnya harapan terhadap kebijakan pelonggaran lanjutan oleh sejumlah bank sentral utama di dunia. Dan ekspektasi pelonggaran tersebut tidak hanya menguatkan rupiah, namun turut memicu rally mata uang negara berkembang Asia lainnya serta termasuk sejumlah aset beresiko.

Rupiah bahkan tampil unggul terhadap rival-rivalnya di Asia terkait aksi beli bank-bank asing kendati sejumlah bank lokal membeli dollar. Di lain pihak, sejumlah bank kustodian nampak menjadi pembeli besar atas obligasi negara, dengan menjual dollar/rupiah (USDIDR), dan berharap rupiah akan menguat kembali bila Federal Reserve melanjutkan lagi program quantitative easing ke tahap berikutnya.

Selain itu optimisme pasar Asia terhadap ekspektasi stimulus lanjutan dari Bank Sentral Eropa (ECB), Bank Sentral Inggris (BOE) hingga Federal Reserve (AS) turut berdampak ke bursa efek Indonesia khususnya IHSG (Indeks Harga Saham Gabungan). Secara menakjubkan IHSG berhasil tembus level psikologis 4000 yang juga berkat terseret apresiasi indeks regional. Bahkan meskipun isu perlambatan ekonomi global kembali berkibar setelah data-data yang buruk belakangan ini, IHSG tetap kokoh bertengger di atas 4000, bahkan indeks sempat tembus ke atas level 4100 (20/07) setelah akhirnya terkoreksi lantaran terseret pelemahan indeks bursa regional lainnya. Selain itu, investor domestik turut optimis bila pergerakan indeks saham akan positif pada semester kedua 2012. Hal itu didukung dari situasi Eropa yang bakal membaik dengan solusi-solusi yang ditawarkan.


Terkait maraknya pasar Indonesia, menurut kalangan pelaku pasar, Indonesia masih dilihat sebagai tempat berinvestasi yang menarik bagi investor asing karena didukung dari kinerja fundamental emiten Indonesia yang lebih baik dibandingkan negara lain. Bahkan baru-baru ini, Moody's Investor Service menilai Indonesia sebagai negara yang kuat secara ekonomi.

Moody's pada tanggal 16 Juli lalu, memaparkan proyeksi tahunannya terhadap ekonomi Indonesia. Lembaga pemeringkat kredit ini mempertahankan status instrumen hutang Indonesia di level Baa3. Moody’s melihat pertumbuhan ekonomi tanah air cukup kuat disertai manajemen fiskal yang mumpuni. Salah satu komponen lain yang memperkuat penilaian adalah rasio hutang pemerintah yang masih kecil. Lembaga ini melihat ekonomi Indonesia kuat setelah sebelumnya hanya dipandang moderat. Pemerintah terbilang berhasil menjaga neraca keuangannnya dan memproteksi diri dari guncangan krisis antar kawasan.

Faktor lain yang membuat para investor gencar memburu pasar Indonesia lantaran iklim investasi yang dianggap masih menyegarkan dengan inflasi kita tetap terjaga di angka kisaran 4,5%. Sehubungan dengan iklim investasi Indonesia, baru-baru ini pada tanggal 25 Juli 2012, Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) melaporkan bahwa nilai realisasi investasi di Indonesia baik dari Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) maupun Penamaman Modal Asing (PMA) pada triwulan II 2012 mencapai Rp 76,9 triliun, yang merupakan nilai tertinggi dalam sejarah investasi Indonesia dalam hitungan triwulan. Dalam hitungan persentase untuk yoy, nilai PMA atau FDI (Foreign Direct Investment) mencapai 30,2%, sementara PMDN yoy mencapai 10,1% dengan nilai realisasi investasi pada triwulan II untuk PMA mencapai Rp 56,1 triliun dan untuk PMDN mencapai Rp 20,8 triliun.


Selain itu kebijakan yang diambil pemerintah untuk tidak menaikan harga BBM membuat inflasi kita tetap berada di area itu, sedangkan jika pemerintah menaikan harga BBM maka di prediksi inflasi bisa meningkat hingga ke angka 6,5 s/d 7,5%. Berdasarkan laporan bulanan Bank Indonesia tanggal 12 Juli silam, perkembangan inflasi pada triwulan II-2012 tercatat 0,90% (qtq) sehingga secara tahunan tercatat sebesar 4,53% (yoy). Secara fundamental, inflasi masih terkendali sebagaimana tercermin pada inflasi inti yang berada di level yang rendah (4,15%, yoy) seiring dengan penurunan harga komoditas global dan ekspektasi yang membaik. Sementara, harga bahan pangan mengalami peningkatan akibat terganggunya pasokan. Selain itu, tingkat kepercayaan konsumen Indonesia yang di rilis Bank Indonesia, sepanjang bulan Juni lalu mencatat level tertinggi dalam lima bulan terakhir di angka 114.4 dari sebelumnya 109.0 di bulan Mei.

Alhasil, dengan fundamental ekonomi yang kondusif, Bank Indonesia memutuskan untuk mempertahankan kembali BI Rate tetap pada level 5,75%. Tingkat suku bunga tersebut dinilai masih konsisten dengan prakiraan inflasi ke depan yang tetap rendah dan terkendali di dalam kisaran sasaran yang ditetapkan, yaitu 4,5% ± 1% pada tahun 2012 dan 2013. Untuk mengelola tekanan pelemahan nilai tukar dari memburuknya krisis di Eropa dan sentimen negatif pasar keuangan global, Bank Indonesia mendorong peningkatan pasokan valuta asing ke pasar agar pergerakan Rupiah tetap sejalan dengan pergerakan nilai tukar kawasan Asia dan kondisi fundamental perekonomian Indonesia.





Daru Wibisono
Senior Researcher and Analyst



Sumber: MonexNews.com

No comments:

Post a Comment